Pertama, tidak ada yang memaksa saya ketika pertama kali saya mengiyakan untuk menjalani peran yang sekarang menjadi tanggung jawab saya. Tidak ada. Jika lain cerita, meski ada pun, bukan berarti itu salah orang yang memaksa saya, karena apa-apa yang diputuskan seseorang dalam hidupnya sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya sendiri dengan menikmati semua konsekuensi yang ada. Itu perlu dicatat, dipahami, dan ditekankan.
Kedua, saya mempunyai tanggung jawab menjalani dari awal hingga akhir, membuat apa-apa yang sedang saya usahakan menjadi baik. Tanggung jawab itu bukan sekadar menjalani dengan apa adanya, melainkan tentang perencanaan matang dan target-target serta mimpi-mimpi.
Ketiga, pernahkah saya merasa lelah dengan keadaan yang menjemukan, bahkan mungkin pada keadaan non ideal yang terjadi? Tentu saja sering. Tapi yang perlu diingat, saya tidak pernah harus berjuang sendiri. Selalu ada orang-orang yang membantu saya, membuat saya merasa bahwa pada akhirnya memang manusia diprogram bukan hanya tentang intelegensia melainkan tentang hati. Adakah orang yang selalu merasa sendiri? Selalu? Ah, tentu tidak. Saya pun pernah mengalami perasaan sendirian itu. Pada akhirnya, memang perasaan kitalah yang salah, melenceng, bahwa pada dasarnya kita tidak pernah dibiarkan sendiri. Hanya tentang kita sendiri yang terkadang tidak ingin diganggu.
Ini tentang saya dan keluarga saya. Keluarga yang tanpa ikatan darah. Mengapa saya masih ingin memperjuangkannya?
Seseorang berani memperjuangkan sesuatu mungkin karena dua alasan. Pertama, karena merasa mencintai dan menyukai apa yang ia kerjakan. Kedua, karena ia merasa ketika bukan ia yang berada dalam lingkar perjuangan estafet itu, lalu siapa lagi? Saya berada dimana? Jangan tanya.
Saya mencintai apa yang sedang saya kerjakan dan saya merasa memang jika bukan kami, siapa lagi? Ada hal yang perlu diluruskan, bahwa memperjuangkan berarti bukan tentang pribadimu sendiri. Ketika kamu masih merasa egois dan berkutat dengan dirimu sendiri, saya sarankan berhentilah. Karena saat apa-apa yang kamu harapkan tidak tercapai, kamu akan marah. Bukan, semua ini bukan tentang aku atau kamu. Ini tentang berusaha membaikkan suatu hal yang ingin kita ubah. Ini tentang keikhlasan merelakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk senantiasa berbagi. Ini tentang keniatanku, keniatanmu, semangatku, semangatmu, untuk percaya kepada mimpi.
Ikhlas itu susah. Iya. Omong kosong ketika seseorang berkata ilmu ikhlas itu mudah. Tapi, ikhlaslah untuk memberi dan temukan alasan mengapa kamu harus ikhlas dengan itu. Maka setelah itu, yang kamu tahu adalah kamu tidak pernah merasa kehilangan apapun.
Merasa capeklah ketika harus capek, yang perlu kita sadar adalah, sadar dirilah. Ketika kita baru memberi seberat kapas, bagaimana dengan yang telah memberikan semangka.
Ini bukan tentang aku, bukan tentang kamu, sungguh.
Ketika bukan lagi pribadi yang diperjuangkan maka kamu tidak akan merasa sendirian.
Maka, ketika kamu belum menemukan alasanmu, carilah alasanmu berada di sini, bersama kami.
Dan ingatlah, bahwa kita bukan hanya tentang kabinet, staf ahli, dan staf muda.
Ini tentang berbagi dan mencintai, berjuang dan bangkit bersama. Bukan tentang aku atau kamu.
Izzah Aula Wardah, Kepala Biro Kaderisasi
Kepengurusan HIMA ELKA 2013/2014
izzah kamu selalu luar biasa,,, dan aku selalu mengagumi cara kamu berpikir, bertindak, dan berucap. semoga kamu tetep jadi idolaku
ReplyDelete:-)