"Ya ampun... kangen poool aku sama kamu. Susahnyaaaa kalo mau ketemu kamu itu. Zah, aslinya aku kepingin kayak kamu, jadi hijaber yang sungguhan hijaber, yang bener. Pake rok gitu. Keliatan cewek banget, suka ngelihatnya. Pokoknya yang kayak kamu. Kamu kok bisa jadi kayak gitu?"
Seketika merasa tertohok sekali dengan komentar dan pertanyaan semacam ini. Ingin sepertiku, katanya. Dilihat dari mananya? Saat bercermin pun aku masih tidak tahu mana yang pantas dibilang "ingin sepertiku".
Komentar itu seperti pisau dan juga seperti obatnya. Komentar itu melukaiku seperti pisau, karena diri ini sadar bahwa begitu kurang sempurnanya aku dalam mata kebaikan. Di sisi lain, itu menyadarkanku bahwa dari mana pun kita dilihat oleh orang lain, maka kita harus bertanggung jawab tentang apa yang kita kenakan, tentang citra yang kita tunjukkan pada orang lain. Bahwa ketika kita dinilai dari sikap, maka kita harus bertanggung jawab memiliki sikap dan sifat yang sama. Tidak munafik.
Aji ning rogo soko busono lan aji ning ati soko lathi (Kekuatan kebaikan Raga berasal dari cara berbusana dan kekuatan kebaikan hati berasal dari ucapan.)
Sudah dinilai baik dalam berbusana (alhamdulillah), maka harus baik dalam mencerminkannya melalui sikap. Dari situlah seharusnya sikap bermuara pada sifat, dan sifat akan mencerminkan kekuatan hati kita.
Harus lebih banyak bercermin dan memperbaiki diri.
Terima kasih sudah diingatkan. Barakallah.
No comments:
Post a Comment