Have you ever been wanted to punch something?? Yeah, I feel it right now. Something bad?? Oh I don't know yet. And, yes, I am so messy NOW.
But This stuff is definitely making me thinking a lot of thing. Really a lot!
Oke, cukup sok ke-british-an ini. Seorang teman pernah berkata padaku cintailah bahasa sendiri, indentitas bangsa kita, seperti kopyah (aku nggak tau tulisan yang bener gimana) yang selalu dipakai presiden saat pengambilan gambar pemilihan dan dicetak ribuan lembar untuk disebar ke seluruh Indonesia dan dipajang di kantor pemerintahan dan sekolah-sekolah.
Oke, intinya, aku sedang galau berat. Yah, memang kerjaan remaja sekarang sedikit-sedikit galau, dapat tugas kuliah agak banyak, galau. Akan menjalani ospek jurusan, galau. Ingin makan tapi nggak ada lauk, galau. Nggak bisa gowes karena ngak ada sepeda, galau (eh?).
Galauku yang sekarang?? Entah ini galau karena dorongan hati (maklum cewek) atau entah apalah.
Begini awalnya, Rabu, 7 September 2011, tidak seperti biasanya tante Yuni sms ibu bilang kalau mbah idik kangen aku, Wildan, Salsa hingga merasa melihat kita ada di rumah beliau. Mbah bolak-balik mencari kami bertiga dan ibu. Malam itu juga, ibu memutuskan pergi mengunjungi beliau dengan ayah. Aku sempat memikirkan sesuatu yang tidak pantas, yang kukubur dalam-dalam, dan akan kubiarkan seperti itu. Aku dan adik-adik diam di rumah. Lama ibu belum pulang. Ibu menelepon bertanya apakah kami sudah makan dan yang lainnya. Kami menunggu ibu pulang tapi beliau tidak kunjung datang. Kami bertiga memutuskan pergi tidur dan membiarkan pintu rumah tidak terkunci. Jadi, kami bertiga bermain di alam mimpi kami masing-masing.
Sepertinya baru beberapa menit kami terlelap tapi saat selanjutnya yang kuingat adalah subuh. Ya, subuh. Itu subuh paling cepat sepanjang hidupku karena aku bahkan tidak sempat menggelinjang alias ngulet di kasur. Ibu berteriak, ya, berteriak, membangunkan kami dengan cepat seraya berkata, "He ayo, bangun, mbah idik meninggal."
Innalillahi wa inna ilaihi roji'un...
Aku benci mengatakan ini tapi perasaanku tadi malam terjawab subuh itu, Kamis, 8 September 2011, kami sekeluarga menuju rumah kami paling nyaman, ke rumah mbah idik, Terpal sudah terpasang dan banyak tetanggaku membantu mendirikan terpal pembatas untuk memandikan jenazah. aku, Wildan, dan Salsa masuk ke dalam rumah langsung menuju ruang makan. Tante yuni, adik ibuku yang paling bungsu, yang merawat mbah idik saat semua adik ibu sudah berkeluarga menangis. Aku terenyuh. Sungguh kawan, aku tidak menangis dari rumah tadi, karena umur mbah idik yang sudah terbilang sangat tua dan renta, 85 tahun. Saat itu aku hanya bisa diam dan mendekati tanteku. Lalu saat itu, ibu muncul. Beliau berkata, "Ayo liat mbah dulu."
Kami bertiga berjalan kaku ke depan. Jujur kawan, aku ini memalukan, maksudku, aku ini cewek yang sudah hampir dewasa tapi masih agak takut dengan orang mati??? Aku ini sama sekali tidak takut dengan setan-setan buatan manusia itu. Tapi jika melihat orang yang sebelumnya bernyawa menjadi tidak bernyawa, itu benar-benar membuatku agak merasa asing. Apalagi Salsa yang memang pada dasarnya penakut. Kami melihat jenazah mbah idik. Subhanallah, ini pertama kalinya aku melihat mayat yang sama sekali tidak membuatku takut. Mbah terlihat tampan sekali dan seperti tertidur. Rasanya jika aku menggoyang sedikit badannya beliau akan terbangun lagi dan melihat ke arah kami bertiga dengan tersenyum senang karena dikunjungi cucu-cucunya.
Ah, aku jadi teringat masa laluku bersama beliau. Aku dan adik-adikku, sekarang yang paling gampang menangis itu Salsa. Tapi, jika ditanya bagaimana dulu saat TK, akulah juara anak nangisan. Sekolah harus ditunggu, padahal adik-adikku tidak. Bahkan untuk mengaji di TPA depan rumah, aku harus diantar dan ditunggu hingga selesai. Kenangan yang paling kuingat adalah saat mbah tetap mengajariku mengaji hingga aku akhirnya menjadi anak yang paling cepat naik tingkatan di iqro'. Dulu, saat aku kecil memang rasanya biasa saja, tapi sekarang, setelah dewasa dan mengingat setiap jasa beliau dalam masa pertumbuhanku, rasanya aku benar-benar kurang ajar karena belum sempat berterima kasih padanya.
Jasa beliau pada ibuku?? Beliau sosok paling luar biasa dalam hidup ibu dan adik-adiknya. Ibu dan ketiga adiknya ditinggal mati oleh ayah mereka saat ibu baru berumur 7 tahun. Sekecil itu tapi ibuku dan adiknya sudah kehilangan sosok seorang bapak. Beruntunglah orang yang masih mempunyai orang tua yang masih hidup, karena saat kehilangan mereka, kita adalah orang yang paling menyesal. Mbah idik menggantikan sosok seorang bapak untuk ibu dan adik-adiknya. Mbah idik membiayai sekolah mereka, mengajak mereka jalan-jalan, mendidik mereka, menyenangkan hati mereka, hingga ibuku dan adik-adiknya merasa bapak mereka masih ada.
Mbah juga merupakan anak yang luar biasa. Cerita paling berkesan adalah saat buyut sofi, ibu mbah idik, hampir meninggal dunia. Entah kenapa malam sebelum buyut meninggal, buyut sofi menjadi orang paling temperamen padahal beliau terkenal sabar, beliau ingin memakai baju bagus kepunyaan mbah malam itu. Tapi setiap baju yang mbah pilihkan selalu dibilang tidak layak dipakai hingga buyut sofi memukul-mukul mbah idik dan menjambak rambutnya. Mbah malah memberikan raganya dan membiarkan buyut memukul-mukul beliau.
Malamnya saat meninggal dunia, buyut sofi memakai baju pilihan mbah idik.
Entah apa jasa mbah yang lainnya sebagai seorang anak, tapi beliau adalah sosok yang patuh dan membuat aku malu sendiri dengan apa yang sering kulakukan pada ibu dan ayah.
Mbah mendedikasikan hidupnya pada bangsa dan agama. Kalimat itu bukanlah hiasan atau formalitas nasionalisme atau entah apa itu namanya. Mbah termasuk salah satu pemuda yang ikut pertempuran 10 November dan serangkaian aksi lainnya. Tapi aku tidak tahu bagaimana detailnya.
Untuk agama?? beliau adalah salah satu takmir masjid Jendral Sudirman yang sangat berjasa dalam rangka pembangunan masjid tersebut. Sekarang di sebelah masjid itu ada sekolah dasar muhammadiyah 5, itu sekolah SD-ku. Masjid itu, susunan bagunan dan tempat wudhunya adalah rancangan mbah idik. Pernah suatu kali mbah idik kecelakaan karena membawa pipa-pipa besi untuk pembangunan masjid. Beliau mengalami patah tulang dan harus segera dioperasi. Keluarga ibuku termasuk keluarga miskin saat itu. Mereka tidak mempunyai uang untuk membiayai semua itu. Operasi mbah dibayar oleh masjid dan dokter bedah yang menangani beliau tidak mau menerima pembayaran sepeser pun.
Ah, indah sekali menjadi orang baik. Kau akan selalu merasa kaya bahkan meski kau dalam keadaan sangat miskin.
Aku tahu banyak hal dari belau yang aku belum mengerti dan mengetahuinya. Beliau adalah orang yang sangat dihormati, bahkan saudara jauhku yang berada di magetan rela naik kendaraan umum untuk melihat mbah idik untuk terakhir kalinya.
Apa yang membuatku galau??
Karena saat pemakaman tali pocong mbah tidak dilepas ikatannya. Kenapa tidak dilepas?? Karena memang itu keyakinan yang dipegang keluargaku. Iya, keluargaku keluarga yang aktif di gerakan Muhammadiyah. Dan, yah, TIDAK ADA DALIL YANG BILANG TIDAK MELEPAS TALI POCONG AKAN MEMUNCULKAN POCONG, DOSA DAN YANG LAIINYA. Ya ampun, maaf saya agak emosi. Maksudku, sangat emosi. Ya iya, bagaimana bisa tenang jika hal sekecil dan sepele seperti itu berubah menjadi hal yang besar??? Sungguh gaes, aku nggak peduli apa kata orang bla bla bla yang mau manas-manasin aku atau gimana (iya kalimat yang ini buat kamu, teman masa kecil yang nyebelin). Aku. Sama. Sekali. Nggak. Peduli.
Lagipula melepas tali pocong itu kan adat. Mereka kira tiba-tiba gara-gara keluargaku berprinsip begitu bakal ada pocong yang muncul?? Coba cek tetangga kalian, mungkin itu cuma salah satu penduduk yang iseng. Atau itu memang pocong sungguhan, dalam tanda kutip, tidak ada pocong betulan kecuali itu jin yang berusaha menakuti manusia agar terjadi konflik di antara sesama (aduh, lama-lama kayak ustadzah).
Tapi, melihat ini semua menyangkut dengan mbah itulah yang membuat aku naik pitam. Iya aku tahu, mbah udah seneng "di sana" dan nggak akan peduli dengan hal-hal seperti ini. Tapi orang-orang yang menyayanginya "di sini" yang akhirnya merasa sedikit prihatin dan... NYESEK BANGET.
Tapi seorang teman bilang, dengan tertawa karena dia membayangkan aku bercerita menggebu-gebu dan katanya lucu (aduh), kalau masalah agama nggak bakal bisa dicampurbaurkan dengan masalah adat, tapi yang jelas ikuti orang tua dan selalu doakan mbahku saja.
Dan, alhamdulillah moodku berangsur baik, baik, dan baik.
Jadi intinya, mungkin saya menulis note kali ini karena dorongan perasaan egois khas cewek banget kalau sedang galau.
Selalu ingat nasehat seorang teman itu, doakan beliau yang ada "di sana".
For him who gave many light in my family before I was born and gave me more light when I was born
looked after me, Wil, and Mbiz. And also Dafa, Aca.
May Allah always bless him and take him to the greatest place and much much better place I've ever imagined.
Love much
No comments:
Post a Comment