Sebenarnya tidak ada yang penting tapi jasa-jasa teman-teman kita inilah yang banyak sekali membantu menyebarkan sms.
- Meidiandini Ayu Fatimah
- Eka Yuniarti
- Gabriela Erika Putriadi
- Anisah Fathinah
- Azmil Muftaqor Imami
- Ibrahim Azmi dan Choirul Ichwan (oke, untuk yang ini, sepertinya memberikan pelajaran untukku agar tidak menyuruh mereka lagi menyebarkan sms 'sepenting' rapat Brandcap lagi. Karena saat kubilang "tolong sms semua anak" itu berarti aku benar-benar memaksudkan 'semuanyaaaa'.)
Dan perlu diingat, besok berkumpul setengah enam pagi di GO meski disangnya baru akan datang selambat-lambatnya jam tujuh. Tapi, halo, ini 'kita', anak-anak yang biasanya molor.
Senin, 9 Mei 2011
Oke, aku bersalah. Maafkan aku teman-teman. Aku bangun karena seruan ibuku yang bilang, “Cha, kamu janjian jam berapa? Ini jam lima lebih lho.”
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
“APAAAAA??? Aku janjian jam setengah enam, Bu.”
Sumpah, aku benar-benar melakukan semuanya dengan sangat cepat. Benar-benar cepat.
Drrrrt...
Ayuk: cah dmn? Jgn blg km blm brkt
Sial sial sial. Aku tertangkap basah. Tapi, hei, ini belum telat kok.
Aku: bentaaaaar ini msh nunggu. Disangnya dateng jam 7an kok.
Dan aku pun berangkat. Lalu, tada, tuh kan benar. Masih banyak yang belum datang. Dan itu, tentu saja, sudah tertebak tadi malam. Tapi jika kalian mengingat suasana hari itu kita pasti sama-sama berseru dalam hati' "WUAAAAH BRANDCAP BANYAAAAK. ANTUSIAS SEMUAAAA!!!"
Maksudku 'hampir semua' yang antusias karena ada yang memang tidak ingin ikut (ini berbeda dengan yang ingin ikut tapi tidak diperbolehkan atau berhalangan ikut). Tapi melihat kami semua benar-benar antusias seperti itu benar-benar membuatku sumringah, karena lihat deh, ada karpet, beras, sayur, panggangan, banyak karung, kipas sate (untuk kipas sate, karena aku ditugasi membawanya juga dan berhubung aku tidak punya, akhirnya dengan bodoh aku membeli kipas lucu yang imut-imut bergambar, bukannya kipas sate), dan KADOOO untuk acara tukar kado (meski aku yakin ADA beberapa anak yang belum mencari kado untuk acara itu, tapi, uh, ini untuk teman sendiri lho harusnya kan kalian sudah siap-siap. doh!).
Aku, Manda, dan Ayuk mengambil pesanan makan Brandcapi ke Pak Mardi tapi ternyata mereka belum siap. akhirnya kami memutuskan untuk kembali lagi nanti karena itu sangat lebih baik daripada harus menunggu Bu Mardi membungkus satu persatu nasi dan kami hanya bengong melihatnya.
Dan kami kembali. Tapi, oh! Kenapa di saat seperti ini ada yang bersedih? Desy menangis putus asa. Mungkin istilah putus asa sangat keterlaluan tapi aku tidak tahu kata apa lagi yang menggambarkan keadaan itu. Hanya ada Riris (yang, ehm, omong-omong saudara kembarku) yang ada di dekat Desy. Jadi tidak mungkin tiba-tiba aku mendekat lalu memeluk Desy dan berkata, maksudku berseru, "Loooooh Desy kenapaaaaah??"
Itu. Sangat. Berlebihan.
Jadi aku hanya diam dan menunggu waktu yang pas untuk menghampirinya. Sejujurnya tidak diam sih. Karena saat selanjutnya aku dan Eka mengabsen anak-anak. Dan tebak siapa yang belum datang??? TANJUNG!!!!
Ha ha ha. Serius, Pak Ketupat seharusnya kau kan sudah datang. Bukannya malah akan menjadi anak yang paling akhir datangnyaaaaaaa!!!
Ups, aku ingat sesuatu. Sepertinya insting bendaharaku mendapat radar (abaikan). Langsung saja aku menghampiri 'anak-anak' yang belum melunasi cicilan. Dan akhirnya tinggal Dadok dan Tito. Oh, TANJUNG JUGA BELUM LUNAAAAS!! Tanjung, kau akan tamat.
Tapi tunggu dulu, di mana Daniel? bukankah tadi dia di sini????
Refleks, aku mendatangi Desy tapi saat aku ingat dia menangis, langkahku menjadi pelan. Tapi toh aku sudah terlanjur sangat dekat dengannya jadi tidak mungkin tiba-tiba aku putar balik dan menjauhinya.
"Des, kamu kenapa?" tanyaku lembut bukan dengan nada berlebihan seperti ilustrasiku tadi.
Lalu, seperti mengalirnya air, Dia menceritakan semuanya padaku dan Eka. Tentu saja, aku tidak bisa memberitahu kalian.
"Dia pulang Cha."
!!!!!!!
"Maksudmu, Daniel pulang trus nggak ikut perpisahan?????" kataku. Aku, Ayuk dan Eka saling pandang.
Desy mengangguk. Jadi kami benar-benar kebingungan. Akhirnya kami memutuskan menelepon Daniel menyadarkannya kalau ini tentang kelas, bukan hanya tentang Desy-Daniel. Dan coba tebak siapa yang harus berbicara dengannya? Yah, aku.
Daniel: Halo?
Aku: Halo, Daniel kamu di mana?
Daniel: (hening sebentar) ini siapa?
Aku: Izzah. Kamu di mana kok?
Daniel: (hening sebentar) aku di rumah.
Aku: masa'? aku kok denger suara banyak motor.
Daniel: (hening sebentar) di rumahku banyak motor.
Oh. Tuhan. Ku.
Pelajaran percakapan di atas. Jangan melanjutkan kebohonganmu jika hampir tertangkap basah. Yah, lebih baik kau mengimprovisasi kebohonganmu. Tapi bukan berarti aku menyuruh berbohong, oke?
Aku: Halah yaweslah terserah. Kamu nggak ikut perpisahan? serius ta rek.
Daniel: Iya nggak usah Desy nggak butuh aku.
Ya ampun.
Aku: Jangan kayak anak kecil tah.
Daniel: Iya aku emang anak kecil!!!
Baik. Sudah. Cukup.
Aku: Yawes ya, Nil. Kalau udah ngumpul semua tak tunggu 10 menit trus kalau kamu tetep nggak dateng, ditinggal.
Daniel: Iya tinggalen aja.
Aku: Pokoknya 10 menit.
Dan sambungan telepon terputus. Aku melihat raut wajah Eka yang tertekuk dan wajah Ayuk melongo melihatku berbicara dengan Daniel.
Beberapa menit kemudian disang datang. Kami membawa masuk barang dan perlengkapan kami dalam disang.
Belum melihat Daniel ataupun TANJUNG.
Deby bilang tanjung baru bangun jam tujuh. (!!!!!!!!!!!!!)
"Yo'opo Daniel?" tanya Yogi.
"Nggak ngerti." Kataku sambil mengangkat bahu.
"Wes tak telpon ae." Kata Yogi.
Oke. Bagus. Mungkin jika Yogi yang menelepon, Daniel mau mendengarkan.
Yogi pun menelepon. Samar-samar aku dapat mendengar, "Nangdi? Nang Shell? Mreneo dienteni iki lho."
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Jadi. Dia. Di. SHELL!!!!!!!!!!!!
Baiklah siapa peduli toh dia akhirnya mau datang. Sisi positifnya, kita tidak perlu menunggu-nunggu Daniel berangkat dari rumah karena ternyata dia ada di Shell.
Akhirnya dari kejauhan aku dapat melihat Daniel. Jadi keputusannya dia tetap ikut. Tentu saja, dia harus tetap ikut karena jika tidak, anak Brandcap berkurang lagi dong. Lagipula jika aku jadi dia, uang yang kubayarkan sangat disayangkan jika aku tidak ikut pergi, kan?
Arya naik disang dan duduk di depan bersama Kecap. Lalu kami berangkat. Iya, benar-benar sudah berjalan meski Tanjung belum ada di dalam disang.
OHHHH TUNGGUUUUU!!! TANJUNG!! KITA MASIH HARUS MENUNGGU TANJUNG!!!
"PAK PAK PAK!!!! EH YAK ARYAK ARYAK!! TANJUNG EH BELUM NAIIIIK!!!!" Kami berteriak seperti anak kecil yang kamarnya kemasukan cicak atau binatang lain. Kami menggedor kaca kecil pembatas duduk penumpang dengan pak sopir. Seolah-olah teriakan kami dapat didengar orang yang duduk di depan. Tapi nyatanya tidak. Kami kira ini bus apa? Bodoh.
Meski begitu kami tetap teriak, yang akhirnya membuahkan hasil. Disang berhenti, Arya menuju ke belakang menemui semua anak yang berada di situ dan menyuruh kami menghubungi Tanjung, dan Tanjung masih saja belum kelihatan dan tidak menyadari kehebohan terjadi karena dirinya. Saat selanjutnya kami semua menunggu satu orang. Satu orang penting, sangat penting, orang nomor satu dalam kepanitiaan Perpisahan Kelas Brandcap tahun pelajaran 2010-2011, Muhammad Faisal Tanjung.
Bahkan, Daniel pun sudah naik dan duduk di antara Eka dan Dicky. Eka melemparkan pandangan ke arahku. Tersenyum tersirat seolah-olah berkata, "Lho Cha, ini anaknya."
Lalu aku membalas tatapannya juga seperti berkata, "Duh, ya'apa ini aku nggak enak."
Tapi, yeah, kita tetap stay cool. Meski begitu, jika kita berdua tidak stay cool sepertinya Daniel malah asyik sendiri memanggil-manggil Desy yang jaraknya,ehm, melewati BENAR-BENAR BANYAK anak yang duduk dan membuat mereka, termasuk aku, harus mencondongkan tubuh ke depan untuk memberi kesempatan Daniel berbicara pada Desy.
Oh, Daniel jika aku boleh memberimu saran, bagaimana jika nanti saja kau menyelesaikan masalahnya secara benar-benar empat mata? sepertinya saranku cukup bagus lho. Sungguh.
Lalu, (Eka yang melihat) Daniel meludah ke luar disang melalui jendela. Aku, Eka, dan Ayuk masih saling melemparkan pandangan satu sama lain. Merasa bertanya-tanya sendiri. Aku dan Eka masih saling berbisik kecil merasakan ada ketegangan di antara Daniel-Desy dan melibatkan BANYAK ANAK yang ada di antara mereka (aku termasuk di dalamnya).
Lalu, oh oh, Daniel berkata permisi kepada Eka, Aku, Gembol, dan seterusnya agar Daniel dapat mendekati Desy dan itu membuat kami semua harus berdiri. Duh, sumpah, aku hanya dapat memutar bola mataku dan saling memandang ke mata para anak yang juga dilewati Daniel.
Untungnya, itu semua membuatku dan Eka merasa lega karena kami tidak lagi terlibat di dalam ketegangan itu.
Dan kita kembali ke permasalahan awal. TANJUNG. Di manakah dia berada? kita semua sibuk mengirimkan sms padanya. Akhirnya setelah lama sekali menunggu kabar, sms-nya pun masuk.
"Dia di prapen." Kata Deby.
Wah, bagus, Dia sudah dekat.
Kami menunggu dengan sabar dan tersenyum.
Masih menunggu dengan sabar, tapi tanpa tersenyum.
Ada yang mulai bertanya-tanya sebenarnya dia sudah sampai mana.
Dan keadaan pun menjadi tidak terkendali.
Sebenarnya dia sedang ada di manaaa?????
Oh lihat ada mobil. Tapi ternyata bukan dia.
Eh, ada mobil lagi. Bukan, itu bukan dia.
Eh, yang ini sungguhan lho. Dia benar-benar datang. SUDAH datang. Akhirnya.
Dia membawa banyak sekali barang hingga harus dibantu. Tentu saja, aku sangat berterima kasih karena dia membelikan jagung, telo, arang, dan lainnya. Tapi telat? Seorang Ketua Panitia? Benar-benar tidak bisa menjadi contoh. Mengingat dia baru bangun jam tujuh.
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Ya ampun, Njung. Untung saja kami masih mau menunggumu.
Dan kami, akhirnya benar-benar berangkat. WAAH AKHIRNYAAA!!
Lalu saat Eka menoleh untuk melihat ke luar disang melalui jendela di belakangnya, dia berteriak.
Dan yang bisa kuingat, keadaan benar-benar menjadi panik.
Sangat panik.
Dan menjijikkan.
Karena, ADA LUDAH, SUMPAH, ADA LUDAH YANG MENEMPEL DI JENDELA.
EEEEEUUUUUUUHHHHH!!!!
Semua hal panik itu dimulai saat Eka berkata: "Ih. Ada ludaaaah!!"
Aku, tentu saja ikut panik, berkata, "Ha? Mana???"
"Ini lhoooo.." Kata Eka sambil menunjuk ludah berbusa 'menempel di jendela'. "Sapa ini yang ngeludah di sini?????"
"YEK! JIJIK! SAPA EH NGAKU." Aku berteriak. Karena hal-hal tentang ludah ini sangat menjijikkan lho.
Lalu, yang menjadi korban selanjutnya adalah Dicky dan Dadok. Semua orang menyoraki mereka dan tentu saja mereka mengelak. Tapi kami, para cewek, benar-benar tidak peduli pada itu semua karena aku sudah sangat mual karena ludah itu bukan sesuatu yang manis atau apa, tapi sangat menjijikkan!!!!!
Sumpah, aku dan Eka hanya ingin ludah itu, yang omong-omong masih tetap setia menempel pada daun jendela, dilap!!!
Saat selanjutnya mataku sudah berair karena mual. Uh oh. Ayooo cepatlaaah tolong ada yang bersedia mengelapnya. Aku benar-benar putus asa.
Lalu, Ayuk memberikan tisu pada Eka dan minta tolong pada Dicky untuk mengelapnya. Dicky, seperti biasa, pasrah karena kami meminta tolong padanya dengan sedikit merengek. Tapi, sungguh, jika aku tidak jijik dan tidak merasa mual, aku tidak mau merepotkannya.
Yah, Dicky baik sekali mau mengelapnya dan menolong kami. Mengelapnya dengan cara yang benar dengan gerakan memutar di sekeliling ludah itu dan langsung membuangnya tanpa meninggalkan bekas. Tapi bukan seperti itu cara Dicky membersihkannya. Dia menggosok-gosok kaca jendela yang malah membuat ludah itu merata. Ya ampun.
Tapi sudahlah, yang penting ada yang baik hati dan mau membersihkannya. Terima Kasih Dicky!
Mungkin kalian bertanya-tanya bagaimana Eka tahu itu kerjaan Daniel. Eka menceritakan kecurigaan dan prasangka itu saat kami sudah pulang dari Batu dan kami sangat merindukan Batu sehingga membuat kami ingin bernostalgia tentang Batu dan sebagainya.
Aku melirik ke sebelah kanan dan melihat Daniel dan Desy masih dalam keadaan bersitegang dengan Deby berada di antara mereka. Ya ampun. Lihat muka Deby. Lihat ekspresi wajah itu. Deby oh Deby. Malang nasibmu harus berada di antara pertengkaran di dalam DISANG.
Jadi, inilah percakapan yang kuketahui setelah aku mewawancarai deby dan saksi-saksi lainnya.
Daniel: Deb, permisi po'o deb, kamu minggir sebentar biar aku di sebelahnya Desy.
Deby: (hampir akan pergi dari tempat duduknya)
Desy: Jangan Deb, di sini aja jangan pergi.
Deby: (kebingungan, matanya memandang teman-teman yang lain lalu kembali menerawang dan seolah-olah berkata, "Lho aku ngapain ini di sini?")
Daniel: Deb, plis dong. Aku mau ngomong sama Desy.
Deby: (tolah-toleh kanan-kiri)
Desy: Wes jangan Deb, di sini aja.
Yah, benar. Kejadian itu terus berlanjut, berulang kali seperti itu. Malang nasibmu, Deb.
Oh oh. Lalu tiba-tiba....
Ainun: (yang kebetulan ada di kursi tengah Disang, yang juga menyaksikan setiap detik peristiwa itu, berdiri dan pindah tempat ke sebelahku. Dan saat kutanya kenapa pindah, dia hanya menggelengkan kepala dan merasa miris, dan hal itu, tentu saja, membuatku dan Eka tertawa terpingkal-pingkal.)
Daniel: (pindah tempat duduk ke tempat yang telah ditinggalkan Ainun)
Deby: (menghela napas, lega)
Desy: (menghela napas, resah)
Dan percakapan pun telah berlanjut dan aku tidak tahu apa itu.
Kembali ke tempatku. Cowok-cowok di dekat pintu mulai merokok. Tentu saja tidak semuanya tapi baunya, uh, sudah kemana-mana. Hal itu membuat sedikit rumit permasalahan karena banyak anak yang tidak tahan bau rokok, aku juga tidak tahan. Sebagai contoh, Gembol sudah berteriak menyuruh mereka mematikan rokok mereka dan, yah, sepertinya mereka meneruskan apa yang mereka lakukan.
Lalu, suara gaduh mulai muncul di dekat pintu Disang. Rupanya Tito, secara tidak sengaja, menduduki nasi yang tadinya kami pesan di Pak Mardi. Nasi miris itu, terpencet-pencet. Entah bagaimana nasib nasi-nasi itu. Tapi namanya makanan menurutku akan tetap enak rasanya jika kita terlalu lapar kan.
Perjalanan berlanjut, waktu terus berjalan, kami menikmati perjalanan itu. Menikmati setiap pemandangan dan angin yang masuk melewati jendela.
Banyak anak yang bertanya tinggal berapa lama lagi kita akan sampai. Dan jawabanku tetap sama. Aku menjelaskan lagi rute perjalanan kita.
Lalu, kita mulai bernyanyi, diiringi petikan gitar Devri, Daniel, Yogi, dan yang lainnya. Disang terus berjalan hampir naik ke Kota Batu.
Lalu tiba-tiba, saat di lampu merah, ada penduduk pribumi yang tiba-tiba naik ke atas Disang kami. Dia membagikan berlembar-lembar selebaran yang aku tidak apa isinya.
Sesaat kemudian cowok-cowok yang ada di dekat pintu tertawa terbahak-bahak lalu mengedarkan selebaran tersebut.
Ih. Oh. Uh.
Ternyata itu selebaran promosi Mak Erot lengkap dengan foto Mak tersebut!!!!!
Ya ampun, kukira hal itu hanyalah mitos belaka.
Sungguh deh, selebaran itu banyak sekali sampai-sampai kami kebingungan harus kami apakan selebaran itu.
Akhirnya, selebaran itu bernasib menjadi penghalang sinar matahari yang menyilaukan yang masuk lewat jendela. Tapi, benar deh teman, bagian isinya jangan dipamerkan kepada penduduk pribumi di pinggir jalan begituuuu!!!
Kenapa tidak baliknya saja yang masih kertas putih polos yang harus diarahkan ke luar Disang????
Oh yeah, karena desakan yang terus kugencarkan akhirnya mereka menurut juga.
Dan kami mulai kelelahan (kecuali Eccy, karena sejak berangkat dia sudah tertidur). Lalu tanpa terasa kita telah melewati alun-alun Kota Batu dan terus naik ke atas menuju ke Selecta.
Menit berikutnya, kita telah sampai di Mess Tirta Indah, depan Hotel Purnama, yang selanjutnya tempat ini akan jadi rumah kita selama dua hari dua malam tanpa, ehm, pengawasan orang dewasa dari Surabaya (maaf bagi para orangtua).
Berasa jadi TKI sama TKW ya gaes. Bawaan kalian bejibun bangets.
Eh aku juga sih :p
Finally! berhasil masuk ke dalem Disang. Tapi, eh, si Ketupat belom datang zz
n.b.: semua hal yang terlalu frontal dalam note ini telah disetujui pihak-pihak terkait.
Dan, terima kasih buat Ekay karena bantu aku bikin kerangka karangan dan nyatanya sekarang aku yang molor bikin postingan. muehehehe :p
Dan buat fotonya aslinya ada buanyak tapi nanti kebanyakan gambar reload bikin lama gaes.
Eniwei, I MISS YOU ALL SO BAD BRANDCAP CREW!!!!! XOXO
Eniwei, I MISS YOU ALL SO BAD BRANDCAP CREW!!!!! XOXO
No comments:
Post a Comment